Di dalam sistem penyelenggaraan pendidikan terdapat subjek atau pelaku pendidikan yaitu peserta didik. Siswa adalah subjek yang melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan dengan cara belajar mandiri (CBSA). Model pembelajaran CBSA sendiri pada beberapa dasawarsa yang lalu pernah diuji cobakan dan diterapkan sebagai kurikulum pendidikan nasional.
Dalam implementasi sistem ini, siswa mengetahui tujuan dan guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Hal yang perlu mendapatkan perhatian antara lain adalah ukuran kelas, siswa homogen dalam usia, budaya, lingkungan, syarat administratif, dsb.
Sistem penyelenggaran pendidikan sudah semestinya memiliki tujuan yang jelas, definitif, terencana dan terarah. Adapun secara umum penyelenggaraan pendidikan bertujuan guna membentuk dan mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki kepribadian harmonis sebagaimana telah diuraikan pada bagian pertama dari tulisan ini.
Secara teknis syarat tujuan penyelenggaraan pendidikan yang baik antara lain adalah:
- Operasional, artinya dapat diukur tingkat keberhasilannya, tujuan jelas, kurikulum tepat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan tujuan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.
- Tujuan pendidikan dapat dikomunikasikan sebelum pembelajaran dan siswa memahami tujuan tersebut.
- Tersedia alat ukur untuk mengukur pencapaian tujuan dan dapat dibuat dengan mudah.
Pengembangan kurikulum dapat dianalogikan dengan jarak yang ditempuh oleh kendaraan, yakni sama dengan target yang akan dicapai oleh penyelenggaraan pendidikan yang dapat dijabarkan dalam poin-poin sebagai berikut :
- Target berupa kurikulum tiap satuan pendidikan.
- Target yang akan dicapai dijabarkan dalam silabi/GBPP dan berbagai media lainnya.
- Untuk mencapai target perlu dikembangkan rencana pelaksanaan program pembelajaran.
- Penjabaran tujuan/kompetensi dalam indikator yang jelas dan sesuai.
- Strategi/pendekatan/model/metode dan teknik sesuai dengan karakteristik materi dan siswa.
Analogi hambatan di jalan yang ditemui oleh kendaraan dalam konteks pengembangan kurikulum adalah sama dengan constraint/kendala/problem penyelenggaraan pendidikan yang ditemui di lapangan antara lain sebagai berikut:
- Hambatan di jalan, sopir sakit, lesu, kendaraan rusak,perbekalan habis, jalan rusak, rambu tak tersedia, dan sebagainya.
- Constraint, terkait dengan physical constraint misalnya tak ada laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, pembiayaan sarana terbatas, bantuan masyarakat tak ada, semangat kerja guru rendah, tenaga guru bukan bidang keahlian yang sesuai, tak ada buku petunjuk, harapan sulit diwujudkan dan sebagainya.
Sementara itu, analogi bengkel untuk memperbaiki kendaraan dalam konteks pengembangan kurikulum adalah sama dengan lembaga pengembang kurikulum. Lembaga pengembang kurikulum memiliki tenaga profesional, implementasi uji coba perlu didasarkan pada tahapan yang benar, kesulitan penerapan di lapangan perlu mendapatkan tanggapan yang wajar, diagnostik kesulitan belajar perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara cermat dan tepat, revisi kurikulum sesuai dengan perkembangan budaya, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan kecenderungan pembelajaran yang maju.
Referensi:
Rangkuman materi kuliah Pengembangan dan Evaluasi Kurikulum Fisika (PEKF). Dosen pengampu Prof. Suparwoto.